Anda pasti mengetahui Indonesia,
tapi apakah anda mengetahui asal-usul kenapa Negara ini dinamakan Indonesia? Kenapa
tidak dengan nama yang lainnya?. Setara akan mencoba menelusurinya dalam edisi
peringatan Sumpah Pemuda.
Cirebon (29/10) Indonesia, Negara kita saat ini
yang sedang kita diami ternyata memiliki ragam sejarah yang sarat dengan
misteri. Tidak hanya misteri teks proklamasi 15 agustus 1945 di Cirebon yang
hilang, naskah hasil Kongres Pemuda yang dihilangklan oleh belanda, hingga nama
dari Indonesia ini yang masih banyak orang belum mengetahuinya dengan persis.
Foto : Ilustrasi |
Ketika masa kolonial, kepulauan
nusantara yang dahulu adalah eks wilayah kekuasaan kerajaan Majapahit merupakan wilayah jajahan belanda, dan unit politik
yang berada di bawah jajahan Belanda memiliki nama resmi Nederlandsch-Indie (hindia -belanda). Karena ketika
itu bangsa eropa hanya mengenal dan baru menyebut 3 jenis ras dari bangsa –
bangsa di benua asia, yaitu ras India, Arab dan China. Inilah mengapa kemudian
belanda menyebut Nusantara sebagai Hindia Belanda.
Suatu ketika, pada tahun 1847 di
Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, JIAEA (Journal of the Indian
Archipelago and Eastern Asia) yang dikelola oleh James Richardson Logan,
seorang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Dua
tahun setelah itu pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George
Samuel Windsor Earl, menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.
Baru pada JIAEA volume IV tahun
1850, halaman 66-74, George Samuel Windsor Earl menulis artikel On the Leading Characteristics of the
Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations (Pada Karakteristik
Terkemuka dari Bangsa-bangsa Papua, Australia dan Melayu-Polinesia). Dalam
artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan
Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas, sebab nama Hindia
tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain.
Earl mengajukan dua pilihan nama:
Indunesia atau Malayunesia. Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis "Penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan
Melayu masing-masing akan menjadi "Orang Indunesia" atau "Orang
Malayunesia".
Earl sendiri menyatakan memilih
nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia),
sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga
digunakan untuk Ceylon (sebutan Srilanka saat itu) dan Maldives (sebutan asing
untuk Kepulauan Maladewa).
Earl berpendapat bahwa bahasa
Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini. Dalam tulisannya itu Earl memang
menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.
Sedangkan dalam JIAEA edisi yang
sama, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of
the Indian Archipelago. Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya
nama khas bagi kepulauan tanah air kita, sebab istilah Indian Archipelago (Kepulauan
Hindia) terlalu panjang dan membingungkan. Logan kemudian memungut nama
Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar
ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia. Inilah awal lahirnya
istilah Indonesia.
Kemudia pada tahun 1884, seorang guru
besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826-1905)
menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel (Indonesia
atau Pulau-pulau di Kepulauan Melayu) sebanyak lima volume, yang memuat hasil
penelitiannya ketika mengembara di kepulauan itu pada tahun 1864 sampai 1880.
Buku Bastian inilah yang mempopulerkan istilah "Indonesia" di
kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah
"Indonesia" itu ciptaan Bastian.
Pendapat yang tidak benar itu,
antara lain tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indië tahun 1918. Padahal
pada kenyataannya, Bastian mengambil istilah "Indonesia" itu dari
tulisan-tulisan Logan dalam majalah JIAEA yang terbit setengah abad sebelumnya
pada tahun 1850.
Sebutan Indonesia di Tanah Air
Pada pertengahan abad 19 Eduard
Douwes Dekker, yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, pernah memakai nama
yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan Indonesia, yaitu
"Insulinde", yang artinya juga "Kepulauan Hindia" (dalam
bahasa Latin "insula" berarti pulau). Nama "Insulinde" ini
selanjutnya kurang populer, walau pernah menjadi nama surat kabar dan organisasi
pergerakan di awal abad ke-20.
Pribumi yang mula-mula
menggunakan istilah "Indonesia" adalah Suwardi Suryaningrat atau yang
kita kenal sebagai Ki Hajar Dewantara. Ketika Ki Hajar Dewantara dibuang ke Belanda
tahun 1913 ia mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Persbureau (ini
adalah biro pers pertama yang menggunakan istilah Indonesia).
Nama Indonesisch (pelafalan
Belanda untuk "Indonesia") juga diperkenalkan sebagai pengganti
Indisch (Hindia) oleh Prof Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu,
inlander (pribumi) diganti dengan Indonesiër (orang Indonesia).
Bung Hatta, wakil Presiden RI ke
satu dalam memoir yang ditulisnya pada 1979 menegaskan dalam tulisannya, "Negara Indonesia Merdeka yang akan datang
(de toekomstige vrije Indonesische staat) mustahil disebut
"Hindia-Belanda". Juga tidak "Hindia" saja, sebab dapat
menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami nama Indonesia
menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan dan
mencita-citakan suatu tanah air pada masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap
orang Indonesia (Indonesiër) akan berusaha dengan segala tenaga dan
kemampuannya
Bung Hatta juga mendirikan Indonesische Vereniging , yang menerbitkan majalah dwibulanan Hindia Poetra, Hatta pengasuhnya. Penerbitan Hindia Poetra itu kemudian menjadi praktek manjur bagi para intelektual
muda itu menyebarkan ide-ide antikolonial. Dalam dua edisi pertama, Hatta
menyumbangkan kritiknya akan sewa tanah industri gula di Hindia Belanda yang
merugikan kalangan tani.
ketika Nazir (1924) memimpin Indonesische
Vereniging, nama majalah Hindia
Poetra berubah menjadi Indonesia
Merdeka. Ketika giliran Soekiman Wirjosandjojo yang memimpin
(1925), nama Indonesische Vereniging resmi berubah menjadi Perhimpunan
Indonesia. Dan di tahun yang sama Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan
Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij)
Pada satu tahun sebelumnya,
kemudian Dr. Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun 1924. Tahun
itu juga Perserikatan Komunis Hindia berganti nama menjadi Partai Komunis
Indonesia (PKI).Itulah empat organisasi di tanah air yang mula-mula menggunakan
nama Indonesia.
Setelah itu, 3 tahun sesudahnya nama
Indonesia secara resmi dinobatkan sebagai nama tanah air, bangsa, dan bahasa
pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928 (kita
mengenalnya dengan Kongres Pemuda), yang kini dikenal dengan sebutan Sumpah
Pemuda.
0 komentar:
Posting Komentar