Cirebon, 18 Desember 2012;
Seiring perkembangan zaman menuju era
globalisasi. Berbagai program pemerintah telah dilakukan dalam rangka
mewujudkan tatanan masyarakat yang sejahtera, kondusif, dan seimbang. Sejalan
dengan hal tersebut, pemerintah pusat, pemerintah daerah dan berbagai lembaga
negara yang berkaitan dengan hal tersebut mulai membangun berbagai fasilitas
infrastruktur, pelayanan masyarakat, akses publik, dan sebagainya. kesemua itu
harus didasarkan dengan nilai-nilai keadilan sosial yang termuat dalam idiil
pancasila dan Undang-undang yang berlaku.
Namun, sejalan dengan perkembangan dunia
usaha pada umumnya, pembangunan yang berorientasi pada bisnis dan ekonomi di
wilayah perkotaan masih belum seimbang dengan penataan ruang terbuka hijau.
Di daerah kota Cirebon misalnya, masih belum maksimal dalam menjamin
ketersediaannya ruang terbuka hijau.
Luas Kota Cirebon adalah 3.913,20 Ha
yang terdiri dari penggunaan lahan terbangun seluas 2.240,24 ha (57,25%)
dan lahan tidak terbangun seluas 1.750,48 ha (42,75%). Luas Kota ini
mengalami penambahan dari sebelumnya diakibatkan oleh tingginya tingkat
sedimentasi di sepanjang pesisir pantai Kota Cirebon
Peralihan Ruang Hijau Menjadi Bangunan
Komersial
Di lihat dari wilayah kota Cirebon yang
memiliki banyak ruas-ruas jalan di sisi kota, dan mulai merebaknya pembangunan
tempat perbelanjaan. Seolah kita mulai melupakan peran dari ruang terbuka hijau
yang sedianya untuk mengimbangi tingkat polusi udara di perkotaan, Karena
pembangunan gedung-gedung konvensional tidak diimbangi dengan pembangunan tata
ruang hijau yang akan bermanfaat untuk menstabilkan kondisi efek pembuangan gas
buang dari mobilisasi masyarakat dan kegiatan pabrikasi lainnya.
Kota Cirebon yang merupakan kota
penghubung antara provinsi Jawa Barat dengan Jawa Tengah memiliki aktifitas
ekonomi yang tinggi. Jalur trans regional yang dilalui oleh kereta api di
Stasiun Kejaksan, Pelabuhan Muara Jati Kota Cirebon sebagai Pelabuhan
Internasional di Pesisir, Terminal Harjamukti, dan Bandara Cakrabuana di daerah
Penggung, hal tersebut apabila tidak di imbangi dengan tata ruang hijaun yang
baik akan menjadi faktor pemicu polusi udara.
Kondisi jalanan di kota Cirebon juga
semakin melebar karena kebutuhan akan arus pengguna jalan, maka satu persatu
pepohonan seperti di ruas jalan Dr Cipto Mangunkusumo sedikit demi sedikit
menghilang karena ditebang. Padahal, penebangan pohon tersebut
selain dapat meningkatkan suhu udara di daerah sekitar lokasi, juga dapat
mengakibatkan lambatnya resapan air di sekitaran lokasi (drainase). Hal ini
dapat kita amati dari menurunnya ketinggian tanah di sekitaran jalan depan
Cirebon Super Blok.
Saat ini, tren terbaru pada tahun 2012
adalah semakin menjamurnya pembangunan gedung-gedung komersial lainnya yang
berdiri di atas tanah hijau, yang merupakan lahan yang diharapkan akan menjadi
daerah resapan air, seperti di kawasan Bima yang dibangunnya (Giant Mall), dan
kawasan barat Terminal Harjamukti, Pembangunan perumahan Pulau Intan di sekitaran
utara Gedung Negara, kawasan by Pass yang dibangunnya Hotel Aston, dan lain
sebagainya. Pembangunan komersial tersebut tentu akan merubah fungsi daerah
resapan air dan daerah penyeimbang udara, menjadi rusak. Kerusakan keseimbangan
system hijau di kota Cirebon dapat memicu bencana banjir yang diakibatkan oleh
hilangnya daerah yang berfungsi sebagai daerah resapan air. Benar saja, akibat
berkurangnya area drainase di Cirebon pernah terjadi banjir di awal tahun 2012,
dimana saat itu 60 Persen wilayah Kota Cirebon terendam air bukan dikarenakan
pasang air laut. Namun karena sampah yang menumpuk, saluran drainase yang
menyempit, dan hilangnya fungsi lahan hijau di Kota Cirebon.
Maka dari itu, perlunya perlindungan
terhadap keberadaan pepohonan sebagai pelaksanaan amanat UU tentang tata ruang
hijau di dalam kota. Perlindungan terhadap kawasan lahan hijau bukan hanya atas
perlindungan pepohonan saja, tetapi perlindungan juga atas perusakan batang
pohon yang seringkali dirusak oleh papan iklan komersial yang sengaja
menempatkan iklannya di batang tersebut dengan paku. Sehingga kesehatan dan
keasrian dari pohon tersebut menjadi kurang baik. Hingga saat ini, sepanjang
pinggiran jalan masih banyak dijumpai papan iklan terpaku di batang-batang
pohon yang akhirnya dapat mengurangi nilai estetika bagi yang melihatnya.
Santosa
Mahasiswa FKIP - Ekonomi
Unswagati Cirebon
0 komentar:
Posting Komentar