Lembaga Pers Mahasiswa Setara Unswagati - Cirebon. Diberdayakan oleh Blogger.
Home » , » Pemberdayaan Masyarakat Desa Melalui Penyadaran Alokasi Dana Desa (ADD)

Pemberdayaan Masyarakat Desa Melalui Penyadaran Alokasi Dana Desa (ADD)

Written By Lembaga Pers Mahasiswa Setara on Rabu, 19 Desember 2012 | 06.40


Pemberdayaan bisa mempunyai makna yang berbeda-beda, tergantung dari sisi dan latar belakang realitas yang dihadapi oleh sekumpulan maupun individu. Namun yang paling dekat dengan kita, dan yang paling mudah dipahami bahwa pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang berarti mampu atau mempunyai kemampuan dalam hal ekonomi, politik dan tentu saja mampu mandiri dalam tatanan kehidupan sosial. Pemberdayaan di pedesaan dan di perkotaan pada umumnya mempunyai kesamaan, yakni peningkatan ekonomi, pendidikan, akses sebagai warga dan hubungan-hubungan yang menghasilkan perilaku politik.
Pemberdayaan bisa mempunyai makna yang berbeda-beda, tergantung dari sisi dan latar belakang realitas yang dihadapi oleh sekumpulan maupun individu. Namun yang paling dekat dengan kita, dan yang paling mudah dipahami bahwa pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang berarti mampu atau mempunyai kemampuan dalam hal ekonomi, politik dan tentu saja mampu mandiri dalam tatanan kehidupan sosial. Pemberdayaan di pedesaan dan di perkotaan pada umumnya mempunyai kesamaan, yakni peningkatan ekonomi, pendidikan, akses sebagai warga dan hubungan-hubungan yang menghasilkan perilaku politik.
Namun beberapa konsep pemberdayaan yang telah dimutakhirkan oleh pemerintah adalah pemberdayaan melalui nilai-nilai universal kemanusiaan yang luntur untuk di bangkitkan kembali, tujuan dari pemberdayaan ini adalah perubahan sikap dan perilaku menjadi lebih baik. Praktiknya tetap saja memakai konsep kesadaran dan kemauan dari dalam masyarakat itu sendiri, kemudian lebih dikenal dengan participatory rural appraisal (PRA).
Bukanlah hal yang sangat penting untuk membahas kata pemberdayaan, hal yang paling penting adalah melihat realitas tentang kondisi yang ada sekarang ini, terutama yang mengenai ekonomi keluarga, sosial dan lingkungan, apakah kita bisa berdaya untuk menghadapi kehidupan yang semakin kompleks, atau bahkan kita justru telah diperdayakan oleh keadaan, sistem, dan keadaan yang terus-menerus terjadi.
Sementara kita tidak mau untuk merubah kondisi-kondisi tersebut. Banyak hal yang membuat masyarakat terpuruk dan terpaksa harus hidup dalam standar kualitas hidup yang rendah, baik dari segi pendidikan, pelayanan kesehatan dan ekonomi. Untuk mendorong dan membangkitkan kemampuan sebagai wujud pemberdayaan, perlu memunculkan kembali nilai-nilai, kearifan lokal dan modal sosial yang dari dahulu memang sudah dianut oleh leluhur kita yang tinggal di pedesaan dalam “kegotong-royongan” yang saat ini sudah mulai terkikis.
Dengan gotong royong, masyarakat desa bisa dan mampu mengelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) praktiknya bisa memanfaatkan sumber daya alam rawa untuk diisi dengan bibit ikan dalam jumlah puluhan ribu dan lain-lain, untuk tipikal desa dataran rendah (pesisir), masyarakat desa bisa mengakses dan mengelola Tempat Pelelangan Ikan (TPI) sebagai BUMDes, praktiknya supaya tidak dikuasai oleh para tengkulak dari luar. Kemungkinan BUMDes tersebut juga bisa dilakukan di desa tipikal dataran tinggi, yaitu dengan membuat dan menjalankan bursa komoditas sebagai BUMDes yang mempertahankan harga dan kualitas barang pertanian buah-buahaan dan lain-lain. Selain itu juga peningkatan ekonomi pedesaan bisa dengan memanfaatkan lahan yang kosong untuk kegiatan yang produktif.
Masyarakat desa juga tidak harus terfokus dengan kegiatan produktif yang harus menggunakan barang ekonomi dan barang komoditas, sektor jasa juga masih bisa dilakukan dan mengundang banyak minat bagi yang memiliki akses sedikit, yaitu dengan membuat Credit Union (CU) atau yang lebih dipahami sebagai koperasi dalam tanggung renteng. Arah pemberdayaan masyarakat desa yang paling efektif dan lebih cepat untuk mencapai tujuan adalah dengan melibatkan masyarakat dan unsur pemerintahan yang memang “pro poor” dengan kebijakan pembangunan yang lebih reaktif memberikan prioritas kebutuhan masyarakat desa dalam alokasi anggaran. Sejauh ini, sejak amandemen UU No.22 Tahun 1999 kepada UU No.32 Tahun 2004, hampir tidak ada desa yang bisa membuat dan merealisasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) untuk meningkatkan dan memajukan ekonomi desa. Sementara dana Bangdes yang jumlahnya cukup sedikit dan selalu disunat oleh oknum pemerintahan kecamatan dan kabupaten itu, tidak mampu untuk mendongkrak perekonomian dan keberdayaan yang diinginkan oleh warga. Awal tahun 2006 lahirlah kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD) dengan jumlah dana yang cukup besar. Jika tidak didorong dengan kebijakan yang memberdayakan, baik oleh pemerintah desa maupun masyarakat, maka ADD bisa membuang-buang uang dan tidak memberdayakan masyarakat desa, melainkan memenjarakan kepala desa yang ikut menyunat dana ADD tersebut
No
Uraian
Jumlah Dana per Tahun
Alokasi Untuk Pemberdayaan (70% dari 100%)
Alokasi Untuk
Pemberdayaan
partisipatif
1
Desa Perkebunan (Kebon)
Rp.69.000.000,-
Rp. 48.300.000,-
0
2
Desa biasa (Kampung)
Rp. 110.000.000,-
Rp. 77.000.000,-
0
3
Desa Tertinggal
Rp. 160.000.000,-
Rp.112.000.000,-
0
Tabel perbandingan besaran jumlah Aloksi dana Desa di Kabupaten Labuhanbatu.

Jika dilihat dari besarnya jumlah ADD dibandingkan dengan Bangdes yang hanya Rp.8.000.000,- maka sudah jelas ADD lebih mampu mendongkrak dan memberdayakan masyarakat desa. Akan tetapi bentuk dari ADD seperti bagi-bagi kue untuk menjebak kepala desa dan masyarakat.

ALOKASI DANA DESA
DESA WILAYAH BIASA RP.110.000.000,-
Anggaran untuk pembiayaan operasional pemerintahan desa 30% x Rp.110.000.000,- =Rp.33.000.000,-
Anggaran untuk pembiayaan pemberdayaan masyarakat 70% x Rp.110.000.000,- =Rp.77.000.000,-
Total =Rp.110.000.000,-
Rincian dan penjelasan pos-pos pembiayaan
Anggaran untuk pembiayaan operasional pemerintahan desa = Rp.33.000.000,-
a. Operasional penyelenggaraan pemerintahan desa 50%xRp.33.000.000,- = Rp.16.500.000,-
b. Operasional BPD 30%xRp.33.000.000,- = RP. 9.900.000,-
c. Tambahan Penghasilan kepala Desa/Perangkat Desa 20%xRp.33.000.000,- =Rp. 6.660.000,-
Total =Rp.33.000.000,-
II. Anggaran untuk Pembiayaan Pemberdayaan*) Masyarakat = Rp.77.000.000,-
a. Pembangunan Infrastruktur 70%xRp.77.000.000,- =Rp.53.900.000,-
b.Bantuan Modal Untuk Rumah Tangga Miskin 10%xRp.77.000.000,- =Rp. 7.700.000,-
c.Operasional LKMD 8%xRp. 77.000.000,- =Rp. 6.160.800,-
d.Operasional Tim Penggerak PKK 5%xRp.48.300.000,- =Rp. 3.850.000,-
e.Operasional Kader Pos Yandu 3%xRp.48.300.000,- =Rp. 2.310.000,-
f.Bantuan Pengembangan Sosial/Budaya & Keagamaan 4%xRp.48.300.000,- =Rp. 3.080.000,-
Total =Rp. 77.000.000,-
*) Program seperti Cek Kosong yang sudah diprogram oleh Kabupaten Labuhanbatu dan harus dijalankan sesuai dengan alokasi yang ada. Di berbagai desa, infra struktur jalan dan lain-lain sudah memadai namun ”pemberdayaan” dalam program ADD tersebut menempatkan pembangunan sarana Fisik dan tidak menempatkan manusia sebagai pembangun di desanya, melainkan manusia yang dibangun.
Data Survey Dari Desa Tebangan Kec.Bilah Barat dan Desa Aek Bontar Kec.Bilah Hulu yang dilakukan mulai tahun 2004 hingga 2007. beberapa desa yang melakukan pemberdayaan (swadaya) oleh kelompok swadaya yang tidak di program (proyek) justru berhasil dengan baik, seperti membuat kolam ikan mas, , nila dan lele secara kolektif yang bisa ditularkan ke beberapa dusun lain di Bilah Barat. Membangun Mesjid, Aula Desa dan Sekolah secara swadaya juga berhasil di Kec.Bilah Hulu dan dikerjaan sendiri. Pemberdayaan partisipatif dari pemerintah melalui anggaran belum menyentuh kebutuhan nyata masyarakat desa untuk berkembang sesuai dengan karakteristik desa tersebut.
Banyak hal telah dilakukan pemerintah untuk memberdayakan masyarakat agar masyarakat mampu dan bangkit dari keterpurukan ekonomi yang berkepanjangan, namun hal itu bukanlah jurus yang ampuh untuk memberdayaakan masyarakat. Jaringan Pengaman Sosial (JPS), PDM-DKE, P2MD, P3DT, Pemugaran Perumahan Nelayan dan masih ada ratusan jenis program yang bersifat proyek, dari tahun 1998 dan sekarang ada Raskin sesudah BLT, hanya membantu makan orang yang kurang mampu saja, namun belum menyentuh pada perilaku yang memberdayakan. Dan masih ada ratusan daftar program penanggulangan berbagai hal yang tidak berhasil di Indonesia. Untuk contoh kasus yang lebih dekat adalah program PKK (pemberdayan kesejahteraan keluarga) yang kehadiran masih terus ada, namun bila dilakukan refleksi maka dampaknya akan sangat membingungkan masyarakat desa. Belum berhasilnya upaya pemberdayaan dan penanggulangan kemiskinan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah seperti penyediaan kebutuhan pangan, pelayanan kesehatan dan pendidikan, pembangunan pertanian, pemberian dana bergulir, pembangunan sarana dan prasarana umum dan pendampingan , dikarenakan kebijakan program yang selama ini dilakukan merupakan kebijakan dari pemerintah pusat (top down), di mana kebijakan tersebut mempunyai banyak kelemahan yang perlu dikoreksi secara mendasar seperti:
(1) Pemberdayaan yang berindikasi KKN
(2) Masih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi makro
(3) Kebijakan yang terpusat
(4) Lebih bersifat karikatif
(5) Memposisikan masyarakat sebagai obyek
(6) Cara pandang kemiskinan yang diorientasikan pada ekonomi
(7) Bersifat sektoral
(8) Kurang terintegrasi
(9) Tidak berkelanjutan atau mengesampingkan faktor/daya dukung lingkungan.

Untuk itu perlu diperhatikan beberapa hal penting dalam memajukan masyarakat desa dalam pemberdayaan:
1. Fasilitasi untuk meningkatkan pengetahuan dan informasi bagi masyarakat desa melalui kegiatan forum rembuk diskusi reguler yang dilakukan secara keliling antar desa (rural rountable disscussion) dengan pemahaman belajar dari pengalaman untuk menjadikan daur program pemberdayaan.
2. Fasilitasi pemetaan partisipatif oleh masyarakat desa sebagai dasar penggalian kebutuhan, permasalahan, potensi sumber daya alam, dan masyarakat desa.
3. Memfasilitasi penggalangan dan penggunaan sumber dana untuk skala kebutuhan prioritas dan perekonomian desa yang dituangkan dalam PERDes dan APBDes baik dari pemerintah maupun pihak-pihak lain.
4. Fasilitasi pemahaman dan kemitraan pemerintah desa, BPD dan masyarakat adalah mitra dan sekaligus agen perubahan yang mampu menyusun dan merencanakan APBDes yang akan dituangkan dalam Alokasi Dana Desa (ADD).
5. Memfasilitasi dan menumbuhkan fasilitator dari desa itu sendiri sebagai agen perubahan dari dalam (PRA) yang memotivasi kegiatan belajar dan karakteristik desa untuk menemukan pola ekonominya sendiri.
6. Memfasilitasi kaum perempuan untuk lebih terlibat dalam berbagai kegiatan pemberdayaan dan perkembangan pedesaan.
7. Membuat media warga sebagai sarana akuntabilitas dan transparansi dalam berkegiatan dan penggunaan anggaran desa.
8. Memanfaatkan sumber potensi desa, mengelola secara berkesinambungan, dan ramah lingkungan. Dengan demikian, walaupun keberdayaan masyarakat desa belum sepenuhnya dikatakan berhasil, namun arah menuju keberhasilan dan perubahan sudah jelas terjadi dan menjadi kapital sosial yang akan membangkitkan kembali nilai-nilai yang mampu mensejahterakan dan memanusiakan manusia dalam pembanguan wilayah pedesaan.

Ilham Maulana
Ketua Forum Masyarakat Labuhan Batu
(FORMAL Wilayah Labuhan Batu)
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. SETARA NEWS - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger